google.com, pub-5131649008171023, DIRECT, f08c47fec0942fa0
Connect with us

Suara Difabel Mandiri (SDM)

Teknologi dan Diskriminasi, Tantangan Baru Bagi Para Disabilitas Saat Ini

Laptop dan Handphone

Artikel

Teknologi dan Diskriminasi, Tantangan Baru Bagi Para Disabilitas Saat Ini

Kemajuan zaman  sudah seharusnya mendorong  inovasi,  sebab seiring dengan perkembangan peradaban, ada kebutuhan akan kepraktisan. Oleh karena itu,  dewasa ini banyak perangkat mutakhir telah muncul, mendukung aktivitas manusia di berbagai sektor kehidupan. Kehadiran Artificial Intelligence (AI) dapat dianggap sebagai puncak dari perkembangan teknologi  terkini. Akan tetapi, apa jadinya jika teknologi yang pada hakikatnya ditujukan untuk meringankan tugas manusia justru memuat bentuk diskriminasi terhadap golongan tertentu yang seharusnya dapat diuntungkan dengan adanya teknologi?

Bias Istilah dalam Teknologi

Sebagai contoh sederhana, bila kita mencoba menerjemahkan istilah “People with Disabilities” di Google Translate atau mode mesin penerjemahan lainnya, seketika akan didefinisikan sebagai “penyandang cacat,” sebuah istilah yang lebih akrab diasosiasikan dengan penyakit. Hal ini merupakan salah satu gambaran adanya bias penggunaan istilah dalam proses pengembangan teknologi yang menjurus pada diskriminasi berlandaskan paham ableisme.

Padahal menurut International Classification of Functioning for Disability and Health, istilah disabilitas merujuk pada sebuah payung terminologi untuk  gangguan, keterbatasan aktivitas atau pembatasan partisipasi. Di Indonesia, istilah ‘penyandang disabilitas’ lebih umum digunakan karena dianggap lebih netral dan tepat digunakan untuk menghindari stigma negatif serta diskriminasi

Memahami Ableisme dalam Konteks Teknologi

Istilah Ableisme pertama kali muncul pada 1986 dalam siaran pers oleh Council of the London Borough Haringey. Istilah ini mencerminkan pemahaman di mana penyandang disabilitas sering kali dianggap tidak berdaya dan diharapkan untuk menjadi ‘normal’ oleh mereka yang tidak memiliki disabilitas. Sikap tersebut secara tidak langsung dapat menjadi celah bagi non-disabilitas untuk merasa lebih unggul, karena menganggap segala bentuk aktivitas yang dilakukan para penyandang disabilitas dengan cara yang berbeda sebagai hal yang tidak normal.

Lantas mengapa AI dapat dikatakan masih mendukung ableisme? Jawabannya adalah, karena pada dasarnya AI diprogram untuk memproduksi dan memahami visi normatif dunia yang bersifat umum. Namun, dalam kenyataannya, visi ini masih dapat memuat unsur diskriminatif terhadap entitas yang rentan. Fenomena ini dapat berpotensi melebar ke bentuk diskriminasi yang lebih ekstrem karena adanya faktor-faktor lainnya yang saling bersinggungan seperti jenis kelamin, suku, agama, dan warna kulit yang berimplikasi pada potensi ketimpangan keadilan sosial bagi pihak tertentu. Sosiolog terkemuka Ruha Benjamin bahkan mengatakan bahwa Artificial Intelegence turut memuat rasisme.

Pentingnya Pendekatan Hak Asasi Manusia

Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa disabilitas bukan hanya masalah medis atau sosial, melainkan masalah hak asasi manusia.  Upaya untuk menghilangkan batasan bagi penyandang disabilitas adalah bentuk penghargaan terhadap martabat manusia. Dengan meningkatnya kesadaran ini, seharusnya tidak ada lagi praktik bias istilah yang merendahkan penyandang disabilitas dalam inovasi teknologi.

Meskipun begitu, teknologi dapat kembali ke fitrahnya sebagai seperangkat alat yang memudahkan hidup manusia, termasuk penyandang disabilitas. Maka dari itu, diperlukan kebijaksanaan dalam proses pengembangan teknologi. Misalnya, kolaborasi antara pengembang dengan difabel demi memperkecil peluang terjadinya bias. Selain itu, harus dilakukan riset mendalam untuk menemukan data terbaru yang sahih dan relevan terkait disabilitas sebagai pendukung proses pengembangan teknologi agar lebih baik di masa mendatang.

Keterlibatan Para Ahli dan Masyarakat

Pada akhirnya AI tidak bisa menghilangkan bias teknologi secara mandiri. Hal ini memerlukan kerja sama dari para ahli dan masyarakat luas untuk menciptakan teknologi yang ramah difabel dan tidak mengandung diskriminasi berbasis ableisme. Pelibatan penyandang disabilitas dalam tahap desain dan pengujian produk teknologi adalah langkah penting.

 Perlu diingat bahwa hal ini bukan hanya tentang memastikan teknologi dapat diakses oleh semua orang, tetapi juga tentang menghormati hak-hak dan kebutuhan mereka yang  mengalami kondisi berbeda. Dalam upaya menciptakan dunia yang lebih inklusif, teknologi harus dikembangkan dengan mempertimbangkan berbagai perspektif dan pengalaman. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa inovasi teknologi tidak hanya memudahkan kehidupan manusia pada umumnya, tetapi juga menghargai dan mendukung keberagaman yang ada dalam masyarakat. Sehingga, kemajuan teknologi benar-benar bisa dirasakan oleh semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali.

Penulis: Abimanyu Kurnia Ramadha

Editor: Rizky Ramadhani

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Artikel

To Top