enyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak (Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Hak-Hak Penyandang Disabilitas).
Penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak (Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Hak-Hak Penyandang Disabilitas).
Istilah disabilitas berasal dari bahasa inggris yaitu different ability yang artinya manusia memiliki kemampuan yang berbeda. Terdapat beberapa istilah penyebutan menunjuk pada penyandang disabilitas, Kementerian Sosial menyebut dengan istilah penyandang cacat, Kementerian Pendidikan Nasional menyebut dengan istilah berkebutuhan khusus dan Kementerian Kesehatan menyebut dengan istilah Penderita cacat.
Berikut ini beberapa pengertian penyandang disabilitas dari beberapa sumber:
Menurut Resolusi PBB Nomor 61/106 tanggal 13 Desember 2006, penyandang disabilitas merupakan setiap orang yang tidak mampu menjamin oleh dirinya sendiri, seluruh atau sebagian, kebutuhan individual normal dan/atau kehidupan sosial, sebagai hasil dari kecacatan mereka, baik yang bersifat bawaan maupun tidak, dalam hal kemampuan fisik atau mentalnya.
Menurut Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, penyandang cacat/disabilitas merupakan kelompok masyarakat rentan yang berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.
Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, penyandang cacat/disabilitas digolongkan sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial.
Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat menganggu atau merupakan rintangan dan hamabatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari, penyandang cacat fisik; penyandang cacat mental; penyandang cacat fisik dan mental.
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga Negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Jenis-jenis Penyandang Disabilitas
Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Penyandang Disabilitas dikategorikan menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut:
a. Cacat Fisik
Cacat fisik adalah kecacatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi tubuh, antara lain gerak tubuh, penglihatan, pendengaran, dan kemampuan berbicara. Cacat fisik antara lain: a) cacat kaki, b) cacat punggung, c) cacat tangan, d) cacat jari, e) cacat leher, f) cacat netra, g) cacat rungu, h) cacat wicara, i) cacat raba (rasa), j) cacat pembawaan.Cacat tubuh atau tuna daksa berasal dari kata tuna yang berarati rugi atau kurang, sedangkan daksa berarti tubuh. Jadi tuna daksa ditujukan bagi mereka yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna.
Cacat tubuh dapat digolongkan sebagai berikut:
Menurut sebab cacat adalah cacat sejak lahir, disebabkan oleh penyakit, disebabkan kecelakaan, dan disebabkan oleh perang.
Menurut jenis cacatnya adalah putus (amputasi) tungkai dan lengan; cacat tulang, sendi, dan otot pada tungkai dan lengan; cacat tulang punggung; celebral palsy; cacat lain yang termasuk pada cacat tubuh orthopedi; paraplegia.
b. Cacat Mental
Cacat mental adalah kelainan mental dan atau tingkah laku, baik cacat bawaan maupun akibat dari penyakit, antara lain: a) retardasi mental, b) gangguan psikiatrik fungsional, c) alkoholisme, d) gangguan mental organik dan epilepsi.
c. Cacat Ganda atau Cacat Fisik dan Mental
Yaitu keadaan seseorang yang menyandang dua jenis kecacatan sekaligus. Apabila yang cacat adalah keduanya maka akan sangat mengganggu penyandang cacatnya.
Menurut Reefani (2013:17), penyandang disabilitas dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Disabilitas Mental
Disabilitas mental atau kelainan mental terdiri dari:
Mental Tinggi. Sering dikenal dengan orang berbakat intelektual, di mana selain memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata dia juga memiliki kreativitas dan tanggungjawab terhadap tugas.
Mental Rendah. Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual/IQ (Intelligence Quotient) di bawah rata-rata dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anak lamban belajar (slow learnes) yaitu anak yang memiliki IQ (Intelligence Quotient) antara 70-90. Sedangkan anak yang memiliki IQ (Intelligence Quotient) di bawah 70 dikenal dengan anak berkebutuhan khusus.
Berkesulitan Belajar Spesifik. Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi belajar (achievment) yang diperoleh.
a. Disabilitas Fisik
Disabilitas Fisik atau kelainan fisik terdiri dari:
Kelainan Tubuh (Tuna Daksa). Tuna daksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan (kehilangan organ tubuh), polio dan lumpuh.
Kelainan Indera Penglihatan (Tuna Netra). Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu: buta total (blind) dan low vision.
Kelainan Pendengaran (Tunarungu). Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara.
Kelainan Bicara (Tunawicara). Tunawicara adalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat bersifat fungsional di mana kemungkinan disebabkan karena ketunarunguan, dan organik yang memang disebabkan adanya ketidaksempurnaan organ bicara maupun adanya gangguan pada organ motorik yang berkaitan dengan bicara.
c. Tunaganda (disabilitas ganda)
Tunaganda atau penderita cacat lebih dari satu kecacatan (cacat fisik dan mental) merupakan mereka yang menyandang lebih dari satu jenis keluarbiasaan, misalnya penyandang tuna netra dengan tuna rungu sekaligus, penyandang tuna daksa disertai dengan tuna grahita atau bahkan sekaligus.
Derajat Kecacatan Penyandang Disabilitas
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 104/MENKES/PER/II/1999 tentang Rehabilitasi Medik pada Pasal 7 mengatur derajat kecacatan dinilai berdasarkan keterbatasan kemampuan seseorang dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari, yaitu sebagai berikut:
Derajat cacat 1: Mampu melaksanakan aktivitas atau mempertahankan sikap dengan kesulitan.
Derajat cacat 2: Mampu melaksanakan kegiatan atau mempertahankan sikap dengan bantuan alat bantu.
Derajat cacat 3: Dalam melaksanakan aktivitas, sebagian memerlukan bantuan orang lain dengan atau tanpa alat bantu.
Derajat cacat 4: Dalam melaksanakan aktivitas tergantung penuh terhadap pengawasan orang lain.
Derajat cacat 5: Tidak mampu melakukan aktivitas tanpa bantuan penuh orang lain dan tersedianya lingkungan khusus.
Derajat cacat 6: Tidak mampu penuh melaksanakan kegiatan sehari-hari meskipun dibantu penuh orang lain.
Asas dan Hak-hak Penyandang Disabilitas
Menurut Rahayu, dkk (2013:111), terdapat empat asas yang dapat menjamin kemudahan atau aksesibilitas penyandang disabilitas yang mutlak harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut:
Asas kemudahan, yaitu setiap orang dapat mencapai semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan.
Asas kegunaan, yaitu semua orang dapat mempergunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan.
Asas keselamatan, yaitu setiap bangunan dalam suatu lingkungan terbangun harus memperhatikan keselamatan bagi semua orang termasuk disabilitas.
Asas kemandirian, yaitu setiap orang harus bisa mencapai dan masuk untuk mempergunakan semua tempat atau bangunan dalam suatu lingkungan dengan tanpa membutuhkan bantuan orang lain.
Menurut Pasal 41 ayat (2) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengatur bahwa setiap penyandang cacat/disabilitas, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus. Berdasarkan hal tersebut maka penyandang cacat/disabilitas berhak atas penyediaan sarana aksesibilitas yang menunjang kemandiriannya, kesamaan kesempatan dalam pendidikan, kesamaan kesempatan dalam ketenagakerjaan, rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial. Dalam hal ini yang dimaksud rehabilitasi meliputi rehabilitasi medik, rehabilitasi pendidikan, rehabilitasi pelatihan, dan rehabilitasi sosial.
Dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat ditegaskan bahwa setiap penyandang cacat/disabilitas berhak memperoleh:
Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan.
Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya.
Perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya
Aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya.
Rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
Hak yang sama untuk menumbuh kembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.
sumber :https://spa-pabk.kemenpppa.go.id/index.php/perlindungan-khusus/anak-penyandang-disabilitas/723-penyandang-disabilitas